Majelis Hakim Minta JPU Panggil Sri Bana PA Hadir Dalam Persidangan Kerangkeng Manusia

kerangkeng manusia

topmetro.news – Sidang perkara kerangkeng manusia yang disebut-sebut milik Bupati Langkat nonaktif Terbit Rencana PA, terus bergulir di Pengadilan Negeri (PN) Stabat, Langkat.

Dari rangkaian persidangan yang digelar kemarin (24/8/2022), sidang perkara dugaan Tindak Pidana serta Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) Jaksa Penuntut Umum (JPU) menghadirkan sejumlah saksi mantan anak kereng dengan terdakwa anak Bupati Langkat nonaktif Dewa PA dan Hendra.

Dalam rangkaian keterangan saksi baik perkara Tindak Pidana atau pun TPPO di persidangan yang dipimpin Hakim Ketua Halida Rahardini SH MHum, tersebutlah nama Ketua DPRD Langkat Sri Bana PA, yang tak lain adik Bupati Langkat nonaktif Terbit Rencana PA sekaligus Bibi terdakwa Dewa PA.

Berdasarkan berkas yang diterima JPU dalam Surat Pernyataan yang dibuat pihak penanggungjawab Rehabilitasi yang diserahkan kepada beberapa orang tua saksi, terungkap kalau keluarga korban dugaan penganiayaan di kerangkeng manusia, ada membuat surat pernyataan serah terima antara keluarga korban dengan Sri Bana PA.

Ketua Majelis Hakim pun, lantas meminta Jaksa Penuntut Umum (JPU) untuk menghadirkan yang bersangkutan guna dimintai keterangannya di persidangan.

Jalannya persidangan perkara TPPO terkait perlakuan pihak kerangkeng manusia yang sebelumnya disebut pemiliknya merupakan panti rehabilitasi menunjukkan fakta-fakta persidangan yang sangat memilukan.

Para saksi yang sudah masuk dalam perlindungan Lembaga Perlindungan Saksi Korban (LPSK) dengan terang menyatakan jika mereka mendapatkan perlakuan penyiksaan sejak di dalam kerangkeng, serta dipekerjakan selama 8 jam setiap hari tanpaibur juga tanpa mendapatkan upah dan tanpa mendapatkan jaminan kesehatan (BPJS).

Para saksi mengatakan bahwa mereka diwajibkan bekerja selama 8 jam bahkan lebih di pabrik kelapa sawit milik Terbit Rencana PA dengan dalih untuk melupakan narkoba.

Ironisnya, kerangkeng manusia yang selama ini disebut sebagai panti rehabilitasi pecandu narkoba, para saksi dan seluruh penghuni kerangkeng tersebut tidak pernah diberikan obat yang berkaitan dengan rehabilitasi narkoba, selain siksaan dan dipekerjakan di perusahaan kelapa sawit, ladang sawit dan mengerjakan bangunan rumah milik TRP serta membersihkan kolam.

Saat diyanya JPU apakah selama bekerja di pabrik atau ladang dan rumah TRP saksi selalu diawasi? Para saksi membenarkannya.

“Ya, kalau gak diawasi mereka takut kami kabur, Pak,” ujar saksi yang disampaikan secara bergantian.

Bahkan nyaris semua para saksi yang mendapatkan perlindungan LPSK menunjukkan sisa-sisa bekas penyiksaan.

Bahkan saksi Edo (23) warga Dusun 5 Desa Namu Ukur Utara memaparkan jika dirinya mengenal para terdakwa Terang, Uci, Suparman dan Rajes.

Saat pertamakali masuk le kerangkenh dijemput oleh oknum TNI saat saksi sedang menjaga parkir menggunakan mobil jenis Panther, tangannya diborgol.

Sampai di kerangkeng saksi bertemu terdakwa Terang dan disuruh buka baju, lalu dicambuki sebanyak puluhan kali (diselang) pakai selang kompresor.

Di dalam kereng, saksi tidak langsung dipekerjakan dan menunggu 2,6 bulan.

Saat ditanya Majelis Hakim kenapa saksi menunggu 2 bulan setengah baru dipekerjakan, saksi mengatakan karena luka-luka bekas cambukan belum sembuh .

Sama seperti banyak korban lainnya, saksi Edo juga dihukum “gantung monyet” (berdiri di terali kerangkeng dengan setengah berjongkok).

Setelah 2 setengah bulan, saksi mengaku dikeluarkan dari kereng namun dicambukin lagi oleh oknum TNI berinisial AS sebanyak 10 kali.

“Tapi dua hari kemudian dicambuki lagi sama oknum TNI,” katanya.

Saksi juga disuruh telanjang bulat, telungkup dicambuki dan disuruh tampar-tamparan ala Jepang dengan sesama anak kereng Krisma Ginting. Setelah itu disuruh mandi di kolam ikan. Lantas masuk kereng lagi untuk diobati lukanya menggunakan bubuk kopi.

“Yang cambuk oknum TNI dan Katib oknum ormas, Bu Hakim,” jelas saksi.

Karena tidak tahan hidup di dalam kereng, dalam suatu kesempatan saksi sempat kabur ke Deli Tua ke rumah keluarganya selama 6 bulan.

Namun ketahuan dan dijemput lagi oleh Hendra Ginting, Bahagia dan Carin langsung dibawa ke kereng.

Di kereng, saksi dicambukin lagi oleh Uci dan Sudir Sembiring.

“Saya disuruh telanjang bersama sesama anak kereng. Disuruh saling gesekan kemalauan ke pantat. Terus bulu kemaluan saya dibakar dan kepala kemaluan dibakar pake api rokok sampe apinya mati,” ujar saksi.

Saksi juga disuruh makan cabai rawit sebanyak 100 biji dan disuruh saling sembur cabai ke arah muka kepada sesama anak kereng.

Untunglah, setelah kasus terkait OTT KPK terhadap TRP, saksi Edo mendapat tempat rehab baru yang jauh lebih layak dan legal.

“Lokasi tempat rehab yang baru sangat berbeda dari lokasi kereng. Kita diajari dan dibawa beribadah, dikasih pembelajaran yang bermanfaat yang tidak didapatkan dari rehab kereng,” terang saksi.

Saat ditanya PH para terdakwa di tempat rehab yang baru ada penyiksaan atau tidak, dijawab saksi, tidak.

PH terdakwa terus mencecar selama direhab di tempat yang baru siapa yang mengajukan restitusi ke LPSK, saksi terdiam.

PH kembali mencecar saksi dengan bertanya apa nama tempat rehab yang baru, alamatnya dimana, saksi mengaku tidak tau nama tempatnya dan terdiam ragu untuk menjawab.

PH juga sempat mengeluarkan nada seperti membentak kepada saksi yang kemudian diredam oleh Majelis Hakim.

“Saksi boleh tidak menjawab tentang nama dan tempat lokasi rehab yang baru. Karena demi keamanan saksi yang sudah dalam perlindungan LPSK,” ujar Ketua Majelis Hakim bijak.

Saat Majelis Hakim bertanya kepada para terdakwa, semua terdakwa mengatakan keberatan atas keterangan saksi. Namun saksi tetap kukuh dengan kesaksian dan keterangannya yang disampaikan di depan persidangan.

Reporter | Rudy Hartono

Related posts

Leave a Comment